Tukang Soto (berpendidikan)
Siapa yang berhak berpartisipasi dalam pendidikan? Apakah hanya guru? Kepala sekokah? Kepala dinas? Pejabat? Orang tua? Atau siapa pun boleh berpartisipasi?
Tidak jauh dari sekokah, tempat saya mengajar. Ada sebuah terminal. Di dalam terminal, berjejer pedagang kaki lima. Salah satunya adalah penjual soto ayam.
Berhubung sekolah masuk masa efektif fakultatif. Kegiatan sekolah diisi class meeting, sebagian guru sibuk menyelesaikan upload nilai rapot. Sebagian lainnya mendampingi siswa dalam kegiatan class meeting.
Sebelum mulai berkegiatan saya diajak sarapan. Andok soto ayam di terminal tersebut. Walau pun sudah tiga tahun lebih, saya mengajar di sana, baru hari ini saya andok soto di tempat ini.
Selain karna saya mbontot, membawa bekal untuk sarapan dan makan siang. Lokasi soto ayam tersebut ada di dalam terminal. Jika cari sarapan di sepanjang jalan dekat sekolah, jarang melihat tempatnya.
Untuk rasa sotonya, masuk kategori enak. Tidak salah jika beberapa orang harus antre. Termasuk kami, harus menunggu beberapa orang dilayani yang sedang pesan lebih dulu untuk dibungkuskan.
Pelayanannya juga ramah. Dan, untuk masalah harga, saya belum paham. Karena, kami bertiga dibayarin oleh teman kami, namanya Bu Esti. Ada pola pikir menarik dari tukang soto ini. Jika pelanggannya adalah guru. Ada potongan harga seribu rupiah. Entah, ini sebagai strategi promosi atau hal lain. Sebagai kontribusi atau setidaknya kepedulian tukang soto ayam terhadap pendidikan.
Belum saya telusuri lebih dalam. Bu Esti bercerita soal ini ketika di perjalanan menuju sekolah. Sambil mendengarkan ceritanya, saya membayangkan lebih jauh. Tukang soto begitu peduli terhadap pendidikan, ada penghargaan kepada seorang guru. Memperhatikan profesi guru sesuai dengan kemampuannya.
Lewat tulisan ini, saya sampaikan terimakasih. Semoga jualan sotonya tambah rame. Mengingat kesejahteraan guru masih menjadi isu yang selalu hangat, sepertinya para pejabat perlu belajar kepadanya bagaiman memperhatikan nasib guru.
Tidak jauh dari sekokah, tempat saya mengajar. Ada sebuah terminal. Di dalam terminal, berjejer pedagang kaki lima. Salah satunya adalah penjual soto ayam.
Berhubung sekolah masuk masa efektif fakultatif. Kegiatan sekolah diisi class meeting, sebagian guru sibuk menyelesaikan upload nilai rapot. Sebagian lainnya mendampingi siswa dalam kegiatan class meeting.
Sebelum mulai berkegiatan saya diajak sarapan. Andok soto ayam di terminal tersebut. Walau pun sudah tiga tahun lebih, saya mengajar di sana, baru hari ini saya andok soto di tempat ini.
Selain karna saya mbontot, membawa bekal untuk sarapan dan makan siang. Lokasi soto ayam tersebut ada di dalam terminal. Jika cari sarapan di sepanjang jalan dekat sekolah, jarang melihat tempatnya.
Untuk rasa sotonya, masuk kategori enak. Tidak salah jika beberapa orang harus antre. Termasuk kami, harus menunggu beberapa orang dilayani yang sedang pesan lebih dulu untuk dibungkuskan.
Pelayanannya juga ramah. Dan, untuk masalah harga, saya belum paham. Karena, kami bertiga dibayarin oleh teman kami, namanya Bu Esti. Ada pola pikir menarik dari tukang soto ini. Jika pelanggannya adalah guru. Ada potongan harga seribu rupiah. Entah, ini sebagai strategi promosi atau hal lain. Sebagai kontribusi atau setidaknya kepedulian tukang soto ayam terhadap pendidikan.
Belum saya telusuri lebih dalam. Bu Esti bercerita soal ini ketika di perjalanan menuju sekolah. Sambil mendengarkan ceritanya, saya membayangkan lebih jauh. Tukang soto begitu peduli terhadap pendidikan, ada penghargaan kepada seorang guru. Memperhatikan profesi guru sesuai dengan kemampuannya.
Lewat tulisan ini, saya sampaikan terimakasih. Semoga jualan sotonya tambah rame. Mengingat kesejahteraan guru masih menjadi isu yang selalu hangat, sepertinya para pejabat perlu belajar kepadanya bagaiman memperhatikan nasib guru.