Menemukan Bapak-Ibu Baru

Oleh Untung rk.


"
Bersyukurlah kita yang masih memiliki kedua orang tua. Apalagi yang masih muda. Manfaatkan kesempatan tersebut untuk kita berbakti dan berbuat baik kepadanya, karena itu perintah Allah.

Di Madura, selain Allah, kedua orang tua di tempatkan posisi tertinggi untuk ditaati dan dipatuhi. Setelah itu, baru guru di posisi kedua, terakhir adalah pemimpin/raja. "Bâpa'-bâpu', guru, ratoh" artiya; bapak-ibu, guru, raja.


Bersama Bapak dan ibu, istri dan Mertua.


Alhamdulillah, kedua orang tua saya masih lengkap, walau pun sudah sepuh. Hari ini beliau di kampung halaman, sejak 2010 saya merantau. Menempuh pendidikan di perguruan tinggi sebagai alasan pertama kali merantau. Namun setelah selesai, saya dipertemukan jodoh yang jauh dari halaman kelahiran.

Di perantauan sebisa mungkin saya melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang anak kepada orang tuanya. Walaupun tidak setiap hari, saya menghubungi beliau. Menempatkannya sebagai yang utama dalam setiap langkah, dan kehidupan saya. Lebih-lebih ketika ada masalah, atau pun menyangkut keputusan besar, restu bapak ibu lah sebagaI senjata utama.

Di tempat baru saya mengajar, saya menemukan sosok kedua orang tua. Bukan karena beliau sudah sepuh, namun ada kesan yang mengingatkan saya kepada bapak ibu di rumah. Pertama kali bertemu beliau rasanya ingin menangis, bercampur bahagia. Dari dulu saya ingin setiap hari bisa berbakti dan menjaga kedua orang tua saya, namun takdir berkata lain, saya berkeluarga jauh dari kampung halaman.


Bersama Bu Sri


Pertemuan saya dengan Bu Sri, guru Bahasa Indonesia di SMPN 55 Surabaya. Hati langsung meminta untuk menempatkan beliau sebagai sosok ibu. Apa yang seharusnya anak lakukan kepada seorang ibu, ingin saya lakukan kepada beliau. Sebisa mungkin berusaha membantu, menjaga, dan menghormati beliau. Walau pun, sosok ibu tidak bisa tergantikan oleh siapa pun. Bu Sri selalu mengingatkan saya pada ibu di rumah.

Setelah dua minggu di tempat kerja baru, saya merasa dipertemukan dengan sosok Bapak. Padahal pertama kali ke SMPN 55 Surabaya saya bertemu beliau. Tetapi baru kemarin, Senin, sebelum saya pulang momen itu datang. Tiba-tiba beliau masuk ke ruang guru, "Pak Untung, ikannya sudah dikasih makan?" beberapa detik saya terdiam, kalimat tersebut terasa sangat dekat denganku. Dengan jiwa masa kecilku, masa-masa masih di bangku sekolah.

Setelah merantau, kalimat yang begitu khas tidak pernah terdengar lagi. Biasanya, sepulang sekolah setelah mandi dan makan. Bapak bertanya, apakah hewan-hewan ternak saya sudah dikasih makan. "Cong, ajhâm ban embi'na la e pakane?" (Cong, ayam dan kambingnya sudah dikasih makan?). Jika memang belum, saya tanpa banyak kata langsung menuju kandang ayam dan kambing.


Bersama Pak Darto


Pak Darto, Kepala sekolah saya yang baru. Seperti hadir sebagai sosok Bapak. Di tempat ini saya merasa sempurna, bekerja bersama Bapak dan Ibu, walau pun Bu Sri sebagai senior dan rekan kerja, dan Pak Darto sebagai pimpinan saya. Semoga beliau tidak keberatan saya jadikan sosok Bapak dan Ibu. Saya ingin berbakti dan takdzim sebagaimana anak kepada orang tua.

Lewat tulisan ini saya ingin berterimakasih kepada beliau berdua, dan teman-teman guru yang sudah saya anggap sebagai saudara baruku. Mohon bimbingan dan kerjasamanya. Untuk Bapak dan Ibu di kampung halaman. Mohon maaf saya belum bisa melaksanakan tanggungjawab sebagai anak secara langsung dan tiap hari di rumah. Semoga Allah tetap melindungi dan memberikan kesehatan untuk Bapak dan Ibu. Aamiin.


Next Post Previous Post
No Comment
Komentar
comment url