Sambang Guru Belajar untuk Pendidikan Indonesia Lebih Baik

Terbit di Jawa Pos Radar Madura, 20 Desember 2021

.

“Hanya guru yang mau terus belajar, terbuka untuk kritik, dan selalu membuka dialog dengan muridnya yang akan mampu menjalankan perannya sebagai guru, yaitu selalu bertugas mewartakan kebenaran, mengajarkan kearifan, kejujuran, dan kesejukan hati kepada setiap orang.” 

Di dalam bukunya “Pendidikan Rusak-rusakan” Darmaningtyas sudah mencemaskan peran guru akan tergantikan di tengah perkembangan teknologi dan informasi yang tinggi, kecuali mereka yang terus bergerak dan terbuka.


Minggu, 5 Desember 2021, saya mendapatkan kesempatan berharga bisa bertukar pikiran bersama Ilham Saputra, , Duta Rumah Belajar Jawa Timur, tahun 2021. Pertemuan dengan Pak Ilham, memang salah satu agenda saya pulang kampung, dan sambang Guru Belajar. Artinya, pulang kampung tidak sekadar menunaikan rindu, namun juga sebagai peluang saya membuka wawasan dan berbagi pengalam baru dalam dunia pendidikan.

 

Tema pulang kampung dan sambang guru belajar, saya terinspirasi dari program Kemendikbudristek, yaitu; guru berbagi dan guru belajar. Jika Guru Belajar itu merupakan platform berbasis web yang disediakan pemerintah sebagai tempat guru belajar. Sedangkan sambang guru belajar merupakan usaha saya untuk belajar kepada Guru-guru inspiratif dalam perjalanan menunaikan rindu dengan kampung halaman.


Catatan Singkat Bersama Duta Rumah Belajar

Tidak salah, Jawa Timur memilih  Ilham sebagai Duta Rumah Belajar. Secara pemikiran dan ide kreatifnya patut kita teladani. "Hari ini, yang harus banyak belajar adalah gurunya." pernyataan yang sangat tidak familiar, dari kebanyakan guru. Namun Ilham memilih kalimat tersebut sebagai pembukaan obrolan kami.

 


Pernyataan tersebut tentu ada dasarnya, banyaknya guru yang masih mengambil jarak dengan teknologi. Merasa tidak mampu untuk menguasainya. Padahal anggapan itu bisa terpatahkan jika kita ada kemauan sedikit saja. Tidak ada yang sulit, jika kita mau belajar sedekit demi sedikit. Yang sulit itu karena kita memilih diam, sampai akhirnya kita tertinggal. Karena teknologi terus berkembang.

 

Selain di masa pandemi yang memang penggunaan teknologi menjadi satu-satunya alat dalam pembelajaran Daring, perkembangan jaman dan teknologi sudah menuntut kita untuk menguasai dan beradaptasi dengan cepat. Tidak menutup kemungkinan siswa kita lebih pintar menguasai suatu teknologi. Kita harus menyadari itu, pengetahuan terbuka luas. "tidak ada kata lain, selain belajar. Pemerintah sudah membuka paradigma baru dengan profil pelajar pancasila, pelajar sepanjang hayat."

 

Sebagai guru pasti sudah tahu, atau paling tidak pernah mendengar Profil Pelajar Pancasila. Dimana kompetensi Profil Pelajar Pancasila di dalamnya; beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Dari enam kompetensi tersebut harus menjadi pilar inti pola pembelajaran di Indonesia.

 

Nadim pernah menyatakan, enam profil pelajar pancasila sebagai implementasi pembentukan karakter pelajar indonesia. Secara tidak langsung, Mas Mentri memandatkan karakter tersebut kepada seluruh guru. Para guru harus menjadi contoh atau teladan karakter pelajar indonesia. Semangat dan kemandirian dalam belajar, serta kreativitas dan inovasi proses pembelajaran bisa kita tunjukkan kepada siswa. Sehingga siswa menemukan teladan dalam mewujudkan profil pelajar pancasila.

 

Selain bertemu Ilham Saputra, guru seni budaya SMP Negeri 2 bangkalan, di Bangkalan dalam rangka sambang guru belajar. Saya juga bertemu dua guru inspiratif di dua tempat yang berbeda. Jumat sorenya, saya sambangAuliya Niswa. Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 1 Sampang. Dan satu lagi di Sumenep, guru seni budaya di SMA Negeri 1 Sumenep, Hamzah Fansuri. Dari ketiga guru muda tersebut saya banyak belajar, dari Ilham saya belajar pemikirannya yang visioner. Memandang pendidikan dan guru ke depan. Sedangkan dari Aulia, saya memetik pelajaran; tanggung jawab besar seorang guru.

 

Pendidikan Terbaik Lahir dari Sosok Orang Tua

Menjadi guru di daerah yang sebagian besar orang tuanya merantau ke Kota atau daerah lain menjadi tantangan tersendiri. "tanggungjawab guru bukan sekedar penyampai materi di kelas.  Harus bisa menjadi orang tua, baik di sekolah mau pun di luar sekolah." cerita Aulia waktu saya sambangi di Warung Kopi depan sekolah tempat dia mengajar.

 


Keyakinannya, bahwa pendidikan terbaik itu lahir dari orang tua. Disitu menjadi penguat untuk Aulia tidak sekadar menjadi guru biasa. Sedangkan murid-muridnya banyak yang ditinggal orang tuanya merantau. Bisa dipastikan, mereka kurang arahan yang medidik dari sosok orang tua. Pasti kurang perhatian. Dan sebagainya. Apalagi anak SMK yang umumnya lebih kepada keterampilan, sedangkan dalam pengetahuan butuh figur yang bisa mengajarkan, dan menjadi contoh dalam belajar.

 

Tak kalah penting, fungsi kontrol orang tua. "Saya juga mengontrol mereka di rumah, walau pun hanya melalui WA." imbuhnya. Saya pribadi sebagai guru, merasa belum ada apa-apanya. Menjadi pendidik di Kota dengan berbagai permasalahannya belum sampai pada titik itu.

 

Guru Bertanggungjawab atas Keilmuannya

Berbeda dengan A. Hamzah Fansuri Basar, biasa dipanggil Ifan. Selain sebagai guru, beliau juga sebagai penulis dan aktif di kesenian. Berbagai tulisannya banyak dimuat berbagai media. Tulisan-tulisan nya berupa puisi, cerpen naskah drama dan artikel ilmiah. Baik berhasa Indonesia maupun berbahasa Madura.

 

Pertemuan saya dengan Ifan cukup sering, bisa dibilang setiap pulang kampung ke Sumenep saya meluangkan waktu untuk berbincang, bertukar pikiran. Baik masalah pendidikan maupun perkembangan seni, khususnya di Madura, dan indonesia Umumnya. Dari beliau saya belajar, bahwa guru harus produktif, kreatif dan bertanggungjawab atas keilmuannya. Dari obrolan panjang saya menggaris bawahi dan menyimpulkannya. Kata tanggungjawab, guru tidak boleh berfikiran prakmatis-materialis. Sebagai contoh, jangan sampai guru berfikir dan membenarkan, mengikuti pelatihan atau pengembangan diri semata-mata untuk syarat kenaikan pangkat. Apalagi sampai beli atau membayar karya ilmiah atau sertifikat saja. Itu artinya tidak bertanggungjawab.

 


Jika sampai terjadi semacam itu, nilai-nilai karakter semacam apa yang akan diteladankan kepada siswa? Ini harus menjadi pertanyaan besar bagi kita sebagai guru. Profil pelajar pancasila harus tumbuh dalam diri guru sebelum menumbuhkan di pelajar Indonesia.

 

Dari berbagai inspirasi diatas, pasti banyak inspirasi lain dari guru-guru yang lain di seluruh Indonesia. Saya yakin guru-guru di Indonesia sangat inspiratif, kreatif dan bertanggungjawab. Pendidikan di Indonesia akan maju, apalagi dengan gagasan merdeka belajar, guru penggerak dan sekolah penggerak. Seperti Harapan Mas Menteri, merdeka belajar membuka ruang untuk seluruh guru berkaya dalam pendidikan. Membuat pembaharuan dan kreativitas dalam pembelajaran. Sehingga pendidikan di Indonesia tidak lagi bicara keseragaman, karena sejatinya murid-murid kita beragam. Setiap individu memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing.

  

Sambang Guru Belajar, atau kegiatan lainnya yang bisa berbagi inspirasi, sehingga tercipta budaya guru belajar. Saya yakin ke depan kwalitas pendidikan akan lebih baik. Merdeka belajar tidak hanya sebatas jargon. Namun menjadi nyata.

Next Post Previous Post
No Comment
Komentar
comment url