Memutus Mata Sial Pendidikan


Kemarin, saya menulis tentang aksi Semut Ijo di Resepsi 1 Abad NU. Menurut saya, aksi ini bisa menjadi embrio gerakan besar bagi pemuda NU, atau pemuda pada umumnya. Pemuda harus peduli lingkungan, khususnya masalah sampah. Dan, peduli terhadap budaya masyarakat yang tidak bertanggungjawab atas sampahnya sendiri.

Tulisan tersebut saya share ke beberapa group Whatsapp, dan beberapa teman dekat. Tidak ada niat apa-apa kecuali hanya ingin berbagi, apalagi menggurui. Juga tidak. Siapa tahu yang membaca terinspirasi dari tulisan tersebut.

Ada beberapa teman, baik di group atau pun yang saya japri membalas WA saya, dan yang tidak membalas juga ada. Aksi berbagi ini bukan hanya saya lakukan untuk pamer tulisan, namun aksi berbagi dalam bentuk kegiatan, seperti webinar, dan pelatihan juga saya lakukan. Alasan kenapa saya melakukan hal ini, karena salah satu yang menjadi tuntutan kompetensi guru abad 21 adalah berbagi dan berkolaborasi.

Saya meyakini, bahwa membaca dan menulis adalah pintu gerbang utama sekolah (dunia pendidikan). Juga sebagai pondasi anak/seseorang untuk membangun pengetahuannya. Terlebih di zaman yang berdekapan dengan teknologi, dan terbukanya informasi dan pengetahuan, jika tidak memiliki kemampuan dua hal tersebut, jangankan membangun pengetahuan pencakar langit, lantai satu pun masih menjadi pertanyaan.

Di samping itu, saya juga mengimani apa yang disampaikan AS. Laksana, "kita adalah generasi sial, urusan membaca dan menulis yang seharusnya menjadi pondasi untuk belajar, justru jarang ada guru (sekolah) yang benar-benar mendampingi saya (siswa) untuk membaca dan menulis yang baik. Karena kemampuan guru dalam hal ini juga masih dipertanyakan". Saya pun sepemikiran, jika AS. Laksana menginginkan kesialan ini cukup digenerasi kita, guru-guru hari ini harus bisa membangun pondasi tersebut. Mendampingi dan menjadi figur bagi anak-anak untuk membaca dan menulis yang baik.

Coba kita bayangkan analogi yang pertama, anak-anak datang ke sekolah, namun gerbangnya masih ditutup. Atau, gerbangnya terbuka, namun tidak disambut untuk masuk ke lingkungan sekolah. Apakah ada yang bisa menjamin mereka yang masih di luar mendapatkan pengetahuan sebagaimana mestinya? Apakah mampu membangun pengetahuannya dengan tinggi?

Itu sebabnya, saya ingin berbagi apa yang saya yakini dan imani. Siapa tahu mereka terinspirasi. Khususnya sesama pendidik. Kita punya tugas dan tanggungjawab besar terhadap majunya pendidikan. Guru bukan fungsinya hanya penyampai materi pelajaran, lebih dari itu. Guru sebagai fasilitator anak-anak membangun pengetahuannya dengan kokoh dan tinggi.

Siapa tahu, dengan apa yang saya bagikan kita bisa berkolaborasi. Bersama-sama dan bekerjasama untuk mengupayakan pendidikan lebih baik. Atau bersama-sama memutus mata sial anak-anak, dengan menjadi guru yang mampu dan bisa mengajari mereka untuk membaca dan menulis dengan baik. Mengantarkan mereka ke dermaga pelayaran ilmu pengetahuan. Salam guru literasi. 

Next Post Previous Post
No Comment
Komentar
comment url